Tuesday, April 29, 2014

Mereka Menunggu Terus

Tak ada kesenangan hati terasa dalam menunggu demikian. Lain halnya dengan menunggu yang dilakukan orang ketika mengail ikan, dan berjam-jam dapat mengalir lewat dan hati merasa tenang dan enak, menunggu tarikan mulut ikan yang pertama pada umpan pancing didalam air. Atau menunggu burung belibis lewat diatas kepala, sedang pemburu bersembunyi di dalam belukar rawa. Atau menunggu rusa datang minum ke tempat air ditengah hutan. Atau menunggu kekasih yang datang terlambat.

Di dalam menunggu serupa ini ada terasa bahagia yang terdiri dari campuran harap-harap dan tak sabar. Akan tetapi menunggu seperti yang mereka lakukan ini adalah satu siksaan. Akaan tetapi karena sadar, bahwa untuk dapat hidup terus mereka harus dapat menahan siksaan ini, maka mereka pun diam dan menunggu. Untuk dapat hidup terus manusia bersedia berbuat banyak sekali. Tidak saja mengorbankan kesenangan sendiri, harta dan kekayaan, akan tetapi menjual kehormatannya sendiri pun banyak orang yang bersedia melakukannya.

Hidup penuh kemanisan, sedang janji-janji surga bagi orang yang beramal shaleh belum ada seorang manusia pun yang dapat membuktikannya, baik bagi dirinya sendiri, apalagi untuk orang lain. Karena itu orang ingin memperpanjang hidupnya sebanyak mungkin. Peminta-minta yang paling sengsara sekalipun akan mencoba juga sedapat mungkin memperpanjang hidupnya, sedang hidupnya telah begitu getir dan pahit. Mereka menunggu terus.

(Mochtar Lubis, Harimau Harimau!)

Saturday, April 19, 2014

JANCOK, Jalan-jalan Cok! (Curug Cibodas, 18 April 2014)

idola: Tasya anak gembala
hobi: menggiring kerbau dan mandi di sawah

ah, kebahagiaan ini tak lagi mampu tertampung.

satu hal yang gue buktikan dari hari terakhir UN adalah;
kebahagiaan itu memang seperti orang yang lagi jatuh cinta. yang katanya tahi kucing pun rasa Snickers. Frasa itupun jatuh kepada gue, yang melihat abang-abang tukang ojek di hari terakhir UN jadi 11:2juta sama adam levin. rasanya kayak ngebelah atmosfer berlapis-lapis, meluuuncuuur bareng paus akrobatik, menuju rasi bintang paling manis.

sesampainya gue menginjakkan kaki dirumah, seketika gue langsung ambil korek dan berfirman, "maka terbakarlah alam semesta tas dan seluruh isinya". kemudian kembali lagi melanjutkan kehidupan. bergegaslah gue masuk kamar. packing. senter, korek, webbing, victoryknob, headlamp, baju dan smua yang dibutuhkan udah ready. kali ini kita nggak naik sih, hanya ingin melepas penat dan membenamkan diri didalam sungai Curug Cibodas. memang kami jiwa-jiwa slayer merah ini tak rentan terhadap gejolak-gejolak yang menghalangi kebahagiaan kami. #tsah

karena deal yang sudah melalui sidang paripurna dan menjadi keputusan bersama, kandas lah kami pada janji esok hari pukul 7 pagi di basecmp. yang tidak lain tidak bukan adalah rumah gue sendiri. namun apa daya jam dinding kami terbuat dari karet. janji jam 7 = jam 9. hanya segelintir dari mereka yang menepati janji pukul tujuh pagi. Hana, Ayu, Genta datang lebih dahulu, disusul Dekong. terakhir bos besar kita muncul dengan helm nyentrik Vespa matic nya, dilumpuri 1001 alasan yang bikin malas dengarnya. buru-buru deh Arya sama Jape siap-siap.

usut punya usut sih kata Arya kita harus nyari Agra Mas di ruko Boulevard. gak lama tibalah bus pujaan kita, tapi ga dapet duduk. yawes rela tuh saya berdiri demi bisa menghirup kembali udara segar Gede-Pangrango. jadi posisinya kita berdiri di daerah depan. take off lah bis kita dan masuk tol. mas-masnya narikin duit akomodasi sekitar 7rb/orang. Arya Jape Genta santai banget di depan ngobrol sama supirnya. terus karna gue dan Hana berdiri kedua paling belakang, gue kumpulin tuh duit. sambil ngasih duitnya ke kenek nya gue basa-basi "mas ini ke kampung rambutan kan ya?"

"oh bukan dek salah bis.."
Hana nengok ke gue.
"kalo mau turun aja di Veteran, nyambung lagi"
Gue nengok ke Hana.
"....."
hening.

rombongan gue yang berdiri pun saling tengok. statis. dan seketika semua mata di bis memandang hina ke arah kita, pasang senyum caci penuh makna. yang gue yakin dalam hati pada zikir, "abg bego." "LOL." "mampus." "goblok".
gue cuma bisa nyinyir,
"ARYA!".

sepuluh menit kemudian kita udah kaya gembel dipinggir jalan. terik dan debu matahari saling bertautan. bukanya prihatin Jape malah asik foto-foto biar bisa check in Path. emang dasarnya semua punya naluri cabe-cabean, foto-foto lah kita dipinggir jalan dengan muka yang gabeda jauh sama sendal.

habis sambung Agra Mas baru ke arah Kp. Rambutan, perut ngambek minta dikasih asupan. tapi bis kerap sudah mau jalan, sempat tidak sempat kita langsung lompat. meskipun banyak yang nawarin solusi dari birahi kelaparan, kami smua lebih memilih untuk tidur. dan terbangun karna suara2 tukang koran. "koran-koran! MH370 ditemukan. koran-koran"

gue nengok.
"dek korannya dek? MH370 ditemukan dek. dimakan ikan paus. dua ribu rupiah saja"
gue melotot takjub. tapi langsung sadar itu nggak sopan
"nggak mas makasih"
setelah tukang koran nya pergi gue sama Ayu langsung shuffle sambil ngakak.

bis non-AC keluar kota selalu punya banyak sesuatu yang janggal. tapi gue percaya, itu adalah bentuk jerih susah-payah seorang tulang punggung keluarga demi mendapatkan nafkah. cuma nggak habis fikir aja, apapun dijual. mulai dari koyok, mainan kecil, sampai sepaket flashdisk dan nomor baru dengan pulsa 5rb, juga powerbank cuma 25 ribu rupiah saja. mereka ternyata sangat pekerja keras. penjual di bis non-Ac juga punya sistem marketing tersendiri. Ambil contoh seorang pedagang obat cina. sambil bawa mic dan speaker sendiri, dia berjalan di lorong bis sambil membagikan produknya dari belakang ke depan. lalu mereka ngoceh sendiri sambil memperagakan tutorial cara pemakaian. kalo udah selesai, kembalilah ia berjalan menelusuri lorong  bis, memastikan apakah ada yang ingin beli atau tidak. kalau tidak, maka harus dikembalikan. cerdas bukan? saya langsung tidak ragu lagi, dia pasti lulusan Markom yang membina Nusantara. World Class University.

masuk kawasan puncak, udara dingin mulai menampar kuduk. rasanya kelelahan setelah satu caturwulan berkutat dengan soal terbayar habis. mendekati pertigaan Cibodas, kita siap-siap untuk turun. Tuhan memang punya rencana buat umatnya. tepat saat kita turun, surga duniawi menghampar didepan mata. "Rumah Makan Padang". Abang Jape ini sepertinya tidak lagi mampu mentolerir birahi kelaparanya, melesatlah ia sambil mulai Udut.

depan Rumah Makan Padang pertigaan Cibodas

Setelah kenyang dan mengurangi kecerdasan otak, kami kembali melanjutkan perjalanan. untuk mencapai desa terakhir sebelum jalur pendakian, kita butuh sewa angkot, dengan kurun waktu kurang lebih 30 menit. mulai saat naik angkot ini lah kami diberi ilham untuk membuat sebuah video perjalanan, yang punya slogan dan judul hasil dari lontaran abang Jape yang mulutnya musti sekali-kali diayak kaya pasir bangunan.

"JANCOK, Jalan-jalan cok!"

buat yang mengerti bahasa Jawa saya minta maaf, buat yang ngga mengerti, Alhamdulillah. semua ini hanya untuk hiburan semata, maklum hasil overdosis nonton Jalan-Jalan Men. dan nggak terasa sampailah kita semua di TNGP, Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango. 



karna waktu sudah menunjukkan pukul setengah 1, kita bergegas menuju pos simaksi untuk ngurus administrasi. siang itu kami disambut Hujan kecil Cibodas yang makin lama makin deras. salah satu dari kami mutusin buat beli jas hujan gocengan karna nggak ada yang prepare Ponco (janga diikutin, gabener). Ya karna yg beliin jas hujan kita itu Arya, yang udah langganan sial terus, jadi yaudah beli jas hujan sama bocah-bocah sd aja kena tipu lagi. yang ada sekarang hanya sisa-sisa keikhlasan dari lubuk hati yang gak dalem-dalem amat.

this one should be the best picture in Oscar  
Ayu, Hana, Manda, Arya, Dekong, Jape

walaupun gue udah jadi ranger biru, gue masih tetap ingat Tuhan. solatlah kami berenam di Mushola yang lantainya kek empang, aer semua. bocornya ngalahin iklan sekolah gratis. pasti yang bikin nggak pake Aquapr*of atau No Dr*p. habis solat dan berganti sendal jepit, mulai lah kita tracking. untuk menghindari spt Arya dan Ayu, yang dihisap sodaranya lintah bernama Pacet, gue sama Hana nggak ganti sepatu. dan lagi, mana enak tracking pakai sendal, sakit, licin. jangan dicontoh dedek-dedek. ingat selalu untuk mengutamakan Safety setiap berkegiatan di alam bebas. SOP (Standart Operational Procedure) wajib dilengkapi, demi meminimalisir korban.




untuk menuju Pos Panyangcangan kita membutuhkan waktu nanjak kurang lebih 2-3 jam. parah banyak yang boyor efek ngga olahraga tau-tau naik. sebelum sampai di Pos Panyangcangan, kita ngelewatin Jembatan cantik yang panjaang banget itu. tapi kita mutusin buat nggak foto-foto dulu, biar cepet sampai di Curug.

"Selfie dulu biar ganteng, biar afdol"

AND TADAAAA. sampailah kami kurang lebih 15 menit setelah melewati Pos Panyangcangan. angin di Curug menebas-nebas rambut kami yang sudah basah. suara rintik yang mematuk air sungai bergemericik tak kunjung henti. hasrat pengen maen aerpun sudah membludak. mau gimana? bonek lah kita. bondo nekat. sayang kalau udah lewatin berpuluh-puluh kilometer dan kena banyak sial tapi nggak dapet apa-apa cuma karena hujan. Jape dengan saktinya ngeluarin payung. entah apa yang ada di kepalanya.




hari itu yang berkunjung ke Curug nggak banyak. matahari mulai turun, kabut berjalan menuju leher gunung, lalu perlahan turun ke kaki. kami harus cepat turun sebelum hutan kembai gelap. dengan tempat yang ala kadarnya dan menggunakan banyak trik, kami semua berganti baju. sore itu hanya tinggal kami dan mas-mas Ranger TNGP. mas-mas ini bukan ranger yang pakai jas hujan layaknya kita. mas-mas ini adalah salah satu sukarelawan yang tergabung dalam instansi TNGP. mereka biasanya mahasiswa anggota Pecinta Alam yang berkeinginan untuk berkontribusi lebih, dan memberikan loyalitasnya untuk menjaga ekosistem sekitar sini. oleh karena itulah dinamakan Ranger.

 Abang Zhaffran yang sedang jual Vila ini komuknya mau gaya apa

belakang kami itu Pangrango, cantik ya?

Foto paling lengkap kita
(Dekong, Genta, Jape, Arya, Manda, Hana)
(Ayu)



sekitar pukul setengah 7 malam kami sampai di bawah. Genta nyamperin pos bentar untuk laporan kalau kita semua selamat sehat wal afiat. di Cibodas ini, kami selalu punya tempat untuk singgah. adalah sebuah warung yang memang menyediakan ruang untuk istirahat para pendaki. namanya Mang Idi. sepiring nasi goreng dan semangkuk Indomie rebus pakai telur selalu menjadi extra joss kami. sehabis menghangatkan badan dan sedikit membenahkan diri, kami menyantap dopping sakti itu.

Cibodas malam hari selalu berhasil mengeriputkan kulit dan menegangkan kuduk. malam itu kita bingung mau terus pulang atau bermalam. masalahnya nggak ada satu dari kami yang bawa sleeping bag. kalau di Hotel nggak seru. mamanya Hana memang seorang ibu Peri, ternyata si tante mau jemput bocah-bocah bau kadal ini. perang lidah segera membuahkan hasil, kita memutuskan untuk ke puncak aja sambil nunggu di jemput. pukul setengah 9 malam, kita semua cabut dan pamit-pamitan sama Mang Idi.

seadanya lagi kita naik angkot dari desa terakhir, tujuan kita mau balik ke Puncak. mau kasih kado buat lambung sekalian cari spot Citylight. yang gue heran, ini langit udah gelap, masih bae ketimpa sial. gue rasa ada yang kakinya tadi pagi injak tahi kucing tapi nggak ngaku, karena seharian ini kita sial terus. s i a l t e r u s. ditengah jalan mendadak angkot yang kita tumpangin berhenti di-pinggir-agak-ke-tengah jalan. udah berasa kaya jalan nenek moyangnya aja. macam film actionnya Bruce Willis, supir angkotnya habis berenti langsung keluar dari angkot, lari, dan hilang di ujung tikungan. ini Horror. kondisi jalanan saat itu kayak hati gua, kosong dan gelap. (e e e a). beberapa penumpang lain mulai resah kayak lagunya titi kamal, termasuk kita. bukan karena ada demit atau om poci dan teman-temanya yang kita takutin, melainkan kalau ada truk besar lewat dan nggak lihat angkot kencit ini. atas dasar mau memperpajang umur, keluarlah kita semua keluar dari angkot. 

yang pernah ke Puncak pasti tau Rindu Alam, kalau engga yaudahsih gapapa juga. Rindu Alam adalah rumah makan yang panjang dan ada dipinggir jalan. Ayu sama Hana langsung mojok di dekat jendela supaya bisa liat city light. tapi gue nggak merasa srek. sementara beberapa ada yang ke Toilet gue bilang sama Arya,

"disinituh nggak enak. ngapain sih makan disini, city lightnya dikit. diluar aja cari jagung bakar atau skoteng."
tiba-tiba mas pelayan nya lewat. gua akting pura-pura gagu.

sepertinya otaknya Arya bergerak, karna dia suruh yang lain untuk keluar dari rumah makan itu. kita jalan melipir jembatan. semakin kita jalan spot citylight nya semakin bagus. gue berhenti setelah gue nemuin banyak pedagang kaki lima yang jual kacang rebus dan kupluk 10ribuan. 

disitu gue diam, seperti biasa yang gue lakukan kalau lagi menghadap bentangan karya Tuhan. di depan mata gue ada jalanan sepi yang banyak lampu. semakin turun nampak cahaya lampu kota. gue nggak tau itu kota apa, yang jelas cantik banget. warna-warni. merah ke emasan. dicampur kerlip putih yang kadang nyaru sama warna biru. di sebelah kanan pemandangan mata gue, ada bukit yang tinggi-tinggi. bukit itu gelap, tapi ditengah2nya, ada beberapa lampu yang bergerak turun.

"itu kayaknya bajay deh Nis, soalnya lampunya tiga." gue noleh.
"mana ada bajay bodong, itu pangkalan ojek"
"masa sih ah coba gua punya teleskop"
"mahal, 800 ribu yang paling murah"
and so on.

nggak lama Jape sama Hana dateng bawa jagung, terus kita masuk ke pondok kecil. semacam kayak warkop gitulah. kita pesan beberapa susu dan kopi hangat sama roti bakar. warkop itu juga punya spot seperti balkon dimana kita bisa lihat kebun dan bukit. disitu bibir kami melengkungkan senyum, rahang kami melebar dan bergetar karna tawa. memang cuma lelucon sederhana, namun balkon warkop malam itu membungkus kehangatan kami. 

pukul 1 dini hari, akomodasi dari Jakarta tiba, dan membawa kami kembali untuk mengenang lagi moment ini suatu hari nanti.

-Manda-

Jalan-Jalan Cok Episode 1 - Curug Cibodas